Kamis, 24 Juli 2008

Kontroversi Dalam Injil Judas

Kontroversi Dalam Injil Judas

By Sahala Napitupulu *


Setelah keheningan sejarahnya yang panjang, penemuan Injil Judas yang sempat terkubur selama lebih 1600 tahun itu, kini telah menjelma menjadi banyak pergulatan dan kepentingan. Sejak ditemukannya tahun 1978, kehadiran Injil ini terasa memicu kontroversi dan mengundang reinterpretasi terutama terhadap tokoh Judas Iskariot. Bagi para teolog, bagi kaum akademis maupun pebisnis, kehadiran Injil Judas ini memang memiliki daya tarik yang luar biasa.

Sesudah tahun 1945, bisa dkatakan tak ada lagi penemuan kodeks (manuskrip kuno) berbahasa Koptik yang dapat menandingi minat dan perhatian amat besar mulai dari para sejarahwan agama, para teolog, aum akademis hingga masyarakat awam. Ditemukannya 52 naskah gnostik Koptik atau naskah-naskah yang beraliran gnostik pada tahun 1945 didekat Nag Hammadi, di Mesir Utara, jelas merupakan temuan paling besar untuk kajian agama dan gereja purba. Tapi penemuan Injil Judas ini pun tak kalah dalam nilai historisnya.

Belum lagi cerita petualangan kodeks ini sempat dicuri orang dan beredar di pasar-pasar gelap barang antik di Eropa sebelum dipublikasikan kepada dunia. Dan tak kurang dramatisnya perjuangan para tim ahli, mulai dari ahli papyrus, ahli restorasi hingga para Koptologis (ahli bahasa da budaya Kopt) dalam usaha mereka menyelamatkan lembar-lembar papyrus yang robek-robek dan rontok hingga ukuran milimeter itu dan kemudian merestorasinya untuk mengartikan pesan yang tertulis didalamnya.

Kodeks Tchacos (sesuai dengan nama sipemilik) ini ketika ditemukan adalah sebuah manuskrip sepanjang 66 halaman, dengan empat karangan. Halaman 1-9, suatu versi dari surat Petrus kepada Flipus. Halaman 10-32, sebuah naskah berjudul Jakobus. Halaman 33-58, Injil Judas. dan halaman 59-66, sebua naskah Kisah Allogenes.

Naskah kno ini kemudian dipastikan oleh para ahli, adalah terjemahan dari naskah aslinya yang ditulis daam bahasa Yunani. Menurut catatan Kasser karena kesembronoan dan ambisi pemiliknya terhadap barang kuno ini, membuat banyak lembaran-lembaran papyrus tak terselamatkan, antara lain halaman 5, 31-32 dan 49-66. Untungnya, judul kitab yang biasanya ditulis pada bagian paling akhir tidak terhapus. Ini yang membuat para ahli Koptologis bisa segera mengetahui bahwa salah satu manuskrip kuno itu adalah Injil Judas.

Setelah perjalanannya yang panjang dan dramatis itu, jadilah kodeks Tchacos dipublikasikan kepada dunia. Ada tiga buku yang diluncurkan sehubungan dengan temuan naskah kuno ini oleh National Geographic Society (Inggris) edisi Mei 2006. Pertama, The Lost Gospel karya Herbert Krosney. Kedua, The Secret of Judas karya James M.Robinson. Dan ketiga, The Gospel of Judas yang disunting oleh Rudolphe Kasser, Marvin Meyer dan Gregor Wurst. Buku The Lost Gospel dan The Gospel of Judas kehadirannya dalam terjemahan bahasa Indonesia diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Pengkhianat Sebagai Pahlawan.
Seperti bisa diduga, sejak dipublikaskannya temuan Injil Judas ini oleh Natinal Geographic Society segera memicu reaksi dan perdebatan banyak kalangan, terutama umat kristiani. Penyebabnya jelas karena figur Judas Iskariot yang ditampilkan dalam kodeks Tchacos ini sangat bertolak belakang degan gambaran dari Injil Sinoptik Matius, Markus Lukas dan Yohanes atau Alkitab umat kristen. Injl Judas ini seolah-olah ingin menggugat tulisan Injil-Injil Kanonik dan memberikan interpretasi baru terutama terhadap figur Judas Iskariot.

Bagaimana seharusnya menyikapi Injil Judas ini ? Apakah kehadirannya dapat mencederai kepercayaan umat kristiani ? Saya tak dapat memastikan. Namun saya sependapat dengan pernyataan Agustinus Gianto, Guru Besar dari Institut Alkitab Kepausan Roma, dalam prakata buku ini, bahwa penerbitan Injil Judas tidak dimaksud untuk mempersoalkan penghayatan kelompok agama manapun, baik pada zaman dulu maupun pada masa kini. Maksudnya jelas supaya pembaca buku ini menyikapinya hanya sejauh literature saja atau paling jauh sebagai bahan kajian agama gnostik dan gereja purba. Sepadan dengan itu, dibawah ini berupa beberapa catatan saya pribadi setelah membacanya dan mencoba melihatnya sejauh literature dengan membandingkannya terhadap Injil-Injil Sinoptik.

Saya seorang pengagum dan pelayan Yesus, tetapi ada satu soal lama yang menggelitik saya tentang pribai Yesus : apakah dahulu Yesus pernah atau sering tertawa ? Apakah Yesus tidak memiliki rasa humor ? Dalam Injil Judas ni pembaca akan berkali-kali menemukan perilaku Yesus tertawa atau mentertawakan pendapat para muridNya, sesuatu yang tidak pernah kita temukan dalam Injil-Injil Alkitab. Bagi saya, perilaku Yesus tertawa atau mentertawakan pendapat murid-muridNya terasa amat manusia dan cocok dengan kehidupan nyata.

Tentunya teka- teki seputar sosok Judas Iskariot, konspirasinya dengan para ahli Taurat dan penguaa Romawi yang menyebabkan Yesus mati digantung dikayu salib, masih merupakan kisah yang memikat, mencekam dan penuh polemik. Tokoh Judas Iskariot yang kita kenal selama ini melalui Injil Sinoptik adalah figur yang jahat, koruptor (dalam komunitas para murid Yesus, dia bendahara yang sering mencuri uang kas), kerasukan setan dan tega mengkhianati gurunya. Namun dalam Injil Judas ini, gambaran tersebut berbeda sama sekali. Pembaca akan menemukan tokoh Judas Iskariot menyerahkan Yesus kepada lawannya para pemimpin Yahudi tetapi tindakan itu dihadirkan seagai perbuatan pahlawan, oleh karena dia melakukan persis seperti apa yang diinginkan Yesus.

Tentang tindakan pengkhianatan Judas ini, Yesus bersabda : ' Tetapi engkau akan lebih besar dari mereka semua karena engkau akan mengorbankan wujud manusia yang meragai diriku. Tandukmu telah ditinggikan, murkamu telah disulut, bintang-bintangmu telah nampak begitu cemerlang...Lihat segala sesuatu telah diberitahukan kepadamu. Angkatlah pandanganmu dan lihatlah awan itu, serta cahaya yang ada didalamnya, maupun bintang-bintang yang mengelilinginya. Bintang yang mengarahkan jalan adalah bintangmu (Injil Judas, hal.36-37)

Disini pengkhianatan Judas Iskariot tidak dilukiskan sebagai tindakan tercela. Justru inilah tanda pembedanya dengan Injil Kanonik atau Injil Peranjian Baru, dimana diantara kedua belas murid Yesus, Judas adalah telor busuknya. Menurut Injil ini, Judas sebenarnya telah membantu gurunya itu untuk melepaskan tubuh ragawinya dan membebaskan Yesus kembali kepada asalnya : roh ilahi.

Memang dikalangan para teolog, teka-teki pengkhianatan Judas sudah lama menjadi bahan polemik. Sebagian menganggap pengkhianatan itu sebagai perbuatan jahat. Namun tanpa pengkhianatan Judas tak akan ada penangkapan, tanpa penangkapan tak akan ada penyidangan, tanpa penyidangan tak akan ada penyaliban, tanpa Yesus tersalib tak akan ada pengampunan dosa dan tentunya tak akan ada keajaiban Paskah. Kalau demikian, kenapa perbuatan Judas disebut jahat ?

Dalam Injil ini pula tampak Judas sebagai satu-satunya murid yang memahami jati diri Yesus sedangkan murid-murid lain pada buta. Ketika Yesus bertanya kepada para murid tentang jati dirinya, Judas dapat mengenalnya. Judas berkata kepadanya : ' Saya tahu siapa engkau sesungguhnya dan dari mana asalmu. Engkau berasal dari alam yang tak mengenal kematian, tempat kediaman Barbelo. Dan saya tak pantas mengucapkan nama Dia yang telah mengutusmu ' (Injil Judas, hal.6-8). Tentunya ini berbanding terbalik dengan apa yang ditulis dalam Injil-Injil Sinoptik, ketika Yesus bertanya kepada para murid tenang jati dirinya, maka hanya Petrus yang dapat menjawab : ' Engkau adalah Mesias ' (Mat.16 : 13-20, Mark.8 :27-30, dan Luk.9 : 18-21)

Bagi banyak pebaca awam bisa dipastikan Injil Judas ini akan terasa aneh dan mungkin juga terkesan mistik. Karena memang demikianlah keberadaannya, Injil Judas ini adalah Inji gnostik yang dulunya beredar bukan untuk kalangan awam, melainkan kepada komunitas mereka sendiri.

Lahir Dari Sinkretisme.
Inilah salah satu Injil yang dulu dicap uskup Irenaeus sebagai bidah (menganut ajaran sesat). Sekitar ahun 180, Irenaeus pernah menulis bukunya sampai lima jilid Melawan Kaum Bidah, dimana sasaran tembaknya adalah untuk memberangus agama gnostik. Telog Irenaeus berasal dari Smirna di Asia Kecil (sekarang Turki) dan murid uskup Polikarpus, tetapi kemudian ia menjadi uskup di kota Lyon, Perancis Selatan. Irenaeus dikenal sebagai salah seorang yang paling keras melawan kaum gnostik dan salah seorang heresiologis (pemburu kaum bidah) pada zaman gereja purba atau sekitar abad ke-2.

Dalam perkembangan lebih lanjut untuk melawan agama gnostik ini, Irenaeus mengembangkan ajaran gereja apa yang disebut ' ortodoksi ' (keyakinan/ajaran yang benar) yang berdasarkan pada 3 azas, yaitu Kanon, Kredo (Pengakuan Iman Rasuli) dan Uskup sebagai pewaris jabatan rasuli. Kanon yang berarti ukuran adalah untuk menyusun daftar kitab-kitab mana yang harus diterima dan kitab-kitab mana yang harus ditolak. Dengan Kanon itulah semua kitab yang bersifat gnostik harus ditolak.

Kata gnostik berasal dari kata Yunani yang berarti Pengetahuan. Kaum gnostik berarti mereka yang ' berpengetahuan'. Menurut pandangan kaum gnostik, seseorang diselamatkan bukan karena beriman kepada Kristus, atau karena melakukan perbuatan baik, melainkan karena dia memiliki pengetahuan kebenaran. Dengan kata lain, kedudukan pengetahuan lebih tinggi dari pada iman. Penyingkapan-penyingkapan rahasia menjadi kegemaran kaum gnostik. Karenanya, tema-tema kosmologi dengan para aeon-nya (mahluk berselubung cahaya), astrologi dengan peredaran bintang-bintangnya banyak dibicarakan dalam agama gnostik, termasuk kita temukan dalam Injil Judas ini.

Adalah menurut pandangan agama gnostik, dunia yang kita diami yang penuh penderitaan ini (seperti adanya gempa, banjir, wabah penyakit dan lain sebagainya) bukanlah merupakan ciptaan Allah yang maha tinggi, melainkan allah inferior (yang disebut dengan berbagai nama seperti Nebro, Yaldabaoth atau Saklas). Dan tentang tubuh Kristus yang disalibkan, menurut agama gnostik, itu hanyalah tubuh maya saja. Bukan Dia yang menderita sengsara, melainkan Simon, seorang dari Cyrene, yang terpaksa menanggung salibnya sebagai gantinya. Dan orang itu disalibkan akibat kekeliruan, sebab rupa Simon telah diubah olehNya, agar orang mengira bahwa dialah Yesus. Padahal Yesus sendiri memakai rupa Simon, berdiri dekat situ sambil mentertawakan mereka.****



* tulisan ini telah dipublikasikan sebelumnya di majalah Bona Ni Pinasa,
edisi Maret 2007.


Tidak ada komentar: