Selasa, 29 Juli 2008

Kontroversi Dalam Injil Judas (Bagian Penutup)

Kontroversi Dalam Injil Judas (Bagian Penutup)

By Sahala Napitupulu *

Penelusuran sejarah agama dengan rujukan berbagai literature kemudian membuktikan, bahwa ada banyak aliran agama gnostik ini ternyata. Ada gnostik aliran Valentinus, ada aliran Basilides, ada aliran Kain dan ada aliran Set, yang dalam banyak hal mereka saling berbeda satu sama lain, entah besar atau kecil. Yang sulit dipastikan ialah kapan persisnya agama gnostik ini dilahirkan dan aliran mana terdahulu.

Tetapi bisa dipastikan, dahulu kala menjelang dan sesudah kelahiran Yesus Kristus, rupanya orang sudah terbiasa mengambil unsur-unsur dari berbagai agama dan mencampur baurkannya yang disebut dengan faham Sinkretis. Wilayah cakupan Sinkretisme ini terutama banyak terdapat di Mesopotamia, Siria dan Mesir. Ada kepercayaan tentang takdir manusia berkaitan erat dengan peredaran bintang-bintang di langit (horoscope) yang berasal dari agama Babilonia kuno (Irak sekarang). Ada pertentangan antara kuasa terang dan kuasa kegelapan yang berasal dari agama Zoroaster, Persia (Iran sekarang).

Ada gagasan tentang Firdaus dan tentang manusia Adam dan Hawa yang berasal dari agama Yahudi. Setelah munculnya agama Kristen, ajaran-ajaran tentang tokoh Yesus pun ikut dibaurkan. Dari sinkretisme semacam itulah kemudian melahirkan agama gnostik dengan berbagai aliran didalamnya.

Sebagai gambaran untuk itu salah satunya dapat dilihat pada gnostik aliran Set. Siapakah tokoh Set ini ? Mengacu pada kisah Perjanjian Lama bahwa Adam dan Hawa merupakan keluarga pertama yang telah jatuh kedalam dosa dan telah diusir dari taman Firdaus rumah mereka. Artinya, keluarga pertama itu sudah tidak harmonis dan sudah bermasalah dengan Tuhan Allah pencipta mereka. Sementara kedua anak lelakinya, Kain dan Habil, berakhir dengan buruk. Kain membunuh adiknya Habil, sehingga Kain menjadi orang pelarian.

Tetapi Set, sebagaimana dikisahkan dalam kitab Kejadian, dilahirkan sebagai anak ketiga dari Adam dan Hawa. oleh kaum gnostik Set dianggap bukan saja sebagai tokoh ideal, tetapi juga diyakini berasal dari 'benih lain'. Set diciptakan dalam dalam citra Adam sebagaimana Adam diciptakan menurut citra Allah. Set itulah satu-satunya yang meneruskan keluarga Adam dalam pencitraan Illahi, yaitu dengan memiliki anak lelaki Henokh, dimana pada saat itulah orang-orang mulai menyebut nama Yahweh dengan namanya yang kudus.

Karena Set adalah benih yang lain, dia mendapat julukan Allogenes, yang dalam bahasa Yunani berarti ' orang dari jenis lain' atau 'orang asing'. Barangkali bukan kebetulan, bahwa dalam penemuan manuskrip kuno tersebut salah satu isi bundelannya, setelah Injil Judas, ternyata setelah diidentifikasi ialah Kitab Allogenes. Bagi pengamat gnostik, aliran Set atau kaum Set, mereka menerima Yesus sebagai Allogeneses yang berinkarnasi sebagai penyelamat orang-orang Kristen. Mereka percaya Yesus sendirilah yang membawa 'pengetahuan' rahasia itu kepada mereka.

Berbeda dengan aliran Kain. Kelompok ini disebut demikian karena justru mereka menjadikan Kain, putera Adam dan Hawa itu sebagai pahlawan iman mereka. Kain dalam sejarah Biblika merupakan orang pertama yang melakukan pembunuhan terhadap saudaranya sendiri. Dia iri kepada adiknya Habil, yang secara khusus merupakan kesayangan Allah dan karena itu Kain membunuhnya. Kenapa kaum gnostik memilih dia sebagai pahlawan iman mereka ? Jawabannya adalah, karena mereka percaya bahwa Allah Perjanjian Lama itu bukan merupakan Allah yang benar, yang harus disembah atau yang perlu ditakuti. Bagi mereka, Allah Perjanjian Lama itu hanyalah dewata bebal yang menciptakan dunia ini, tetapi dunia ciptaannya itu ternyata penuh kesengsaraan bagi manusia. Karena itu bagi kaum gnostik aliran ini, semua tokoh didalam sejarah Yahudi dan Kristen yang menolak dan melawan Allah Perjanjian Lama itu, seperti Kain dan orang-orang Sodom dan Gomora dan akhirnya Judas Iskariot adalah justru pahlawan iman mereka.

Menurut Irenaeus, penganut aliran Kain ini membawa perlawanan mereka terhadap Allah Perjanjian Lama bahkan sampai ketingkat ekstrem secara estetis. Artinya, segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah Perjanjian Lama justru mereka tentang dan segala sesuatu yang dilarang justru mereka anjurkan. Bila Allah Perjanjan Lama menganjurkan untuk memuliakan hari Sabath, tidak makan daging babi dan tidak melakukan perzinahan, maka untuk menunjukkan kebebasan mereka terhadap Allah Peranjian Lama adalah dengan mereka mengabaikan Sabath, makan daging babi dan melakukan perzinahan. Karena itu, tidaklah mengherankan, mengapa mereka memakai Injil Judas Iskariot sebagai kitab pegangan mereka. Tentunya ada penganut-penganut gnostik lainnya yang memakai Injil Thomas, Injil Barnabas atau diluar Injil Kanonik.

Sehingga keberadaan agama gnostik ini, pada masa gereja purba bisa dipastikan merupakan tantangan yang teramat berat dan telah banyak menyesatkan jemaat. OLeh karena, penganut-penganut gnostik ini banyak yang masuk kedalam komunitas Kristen dan kemudian menyebarkan keyakinan mereka ditengah-tengah jemaat. Setidaknya, jauh sebelum Irenaeus memberi cap bidat pada ajaran gnostik, kehadiran mereka telah menimbulkan banyak gesekan dan konflik pada jemaat mula-mula, seperti yang diungkapkan oleh rasul Paulus.

Dalam suratnya kepada Timoteus, Paulus sudah memperingatkan adanya bahaya pengajaran gnostik itu ditengah-tengah jemaat yang digembalakan oleh Timoteus. Kata surat Paulus : Hai Timoteus, peliharalah apa yang telah dipercayakan kepadamu. Hindarilah omongan yang kosong dan yang tidak suci dan pertentangan-pertentangan yang berasal dari apa yang disebut pengetahuan (gnosis), karena ada beberapa orang yan mengajarkannya dan dengan demikian telah menyimpang dari iman (I Tim.6 : 20-21)

Dalam rentang waktu lebih dari 1600 tahun, memang Injil Judas telah terkubur dalam kancah sejarah dan lenyap dari peredaran. Tapi kini Injil tersebut telah beredar, menjadi perbincangan dan perdebatan terutama terhadap figur Judas Iskariot : apakah dia sebaga pengkhianat atau sebagai pahlawan ? Bagi pembaca, sekali lagi, Injil Judas ini patut disikapi hanya sejauh literature saja. Bila ia patut dibaca atau dikoleksi karena mungkin ia berguna untuk menambah pemahaman kita tentang sejarah agama. Demikianlah beberapa catatan saya setelah membaca Injil Judas.


* tulisan ini telah dipublikasikan pada majalah Bona Ni Pinasa edisi Mei 2007


Tidak ada komentar: