Senin, 29 Desember 2008

Tuhan, Ijinkan Aku Menangis di Hari Natal ini



By Sahala Napitupulu.

Beginilah firman Tuhan : Dengarlah! Di Rama terdengar ratapan, tangisan yang pahit pedih ; Rahel menangisi anak-anaknya, ia tidak mau dihibur karena anak-anaknya, sebab mereka tidak ada lagi “-- (Yeremia 31 :15 & Matius 2 : 18)

Hari ini, tanggal 24 Desember 2008. Saya mencoba merenungkan kembali peristiwa kelahiran Yesus Kristus di bumi. Yesus lahir dalam kurun waktu lebih dari dua ribu tahun yang silam. Dan sekarang kita rayakan sebagai peristiwa Natal. Ingatan saya sempat melayang kepada masa kanak-kanak . Dalam setiap tgl.24 Desember malam, di gereja saya berdiri diantara teman-teman sekolah minggu. Kami berliturgi. Kami membacakan ayat-ayat firman Tuhan tentang Kelahiran Yesus Kristus.

Setiap malam Natal kami tampak senang. Mengapa kami tampak senang ? Karena kami berliturgi selalu dengan memakai baju dan celana yang baru. Sehingga dalam pikiran kanak-kanak saya, perayaan Natal berarti punya baju dan celana baru. Demikianlah, tahun-tahun berganti hingga saya beranjak remaja dan dewasa. Dalam pikiran saya yang mulai dewasa, perayaan Natal itu ternyata tidak lagi sekedar mengenakan baju dan celana baru. Natal berarti juga mengirimkan kartu-kartu natal kepada saudara dan teman-teman. Tak ketinggalan, di rumah dan di gereja saya ikut sibuk menghiasi pohon Natal. Disitu ada kegembiraan dan mungkin juga perasaan bangga, karena perayaan Natal itu sifatnya mendunia. Ya, hanya sejauh itu. Tapi, dibalik semua itu, ternyata saya belum menemukan makna Natal yang sejati.

Makna Natal yang sejati kutemukan setelah saya menerima Yesus sebagai Tuhanku, sebagai Juru Selamat hidupku pribadi. Itu terjadi setelah pertobatan saya di thn.1988. Sesudahnya, banyak hal yang berubah dalam pandangan saya. Di sini baju dan celana yang baru tidak lagi penting. Pohon-pohon natal, lampu-lampu dan hiasan natal atau kado natal sekalipun, kini tidak lagi terlalu istimewa buatku. Artinya, kalau semua itu ada saya bersuka cita. Kalaupun semua itu tidak ada, saya pun masih tetap bersuka cita. Jadi, semua itu ada atau tiada tak menjadi masalah buatku. Sebab semua itu hanya kemasan Natal. Dan Natal sejatinya tentu bukan dalam kemasannya.

Bagaimana dengan perayaan Natal tahun 2008 ini ? Jujur, saya ingin merayakan Natal kali ini dengan tetesan Air mata. Ya, saya ingin menangis kepada Tuhan. Dan biarlah Airmataku tumpah untuk dua persembahan. Satu persembahan Airmata ini untuk bayi-bayi yang mati dibunuh oleh pasukan Herodes saat Yesus lahir di dunia. Mereka telah menjadi korban kekejaman raja Herodes. Juga untuk para orangtua yang telah melahirkan bayi-bayi tersebut. Tentunya, mereka sangat berduka kala itu. Sebutlah Airmataku ini tanda turut berduka cita. Dan satu persembahan lagi, untuk Yesus yang telah lahir dan datang ke dunia ini. Dia datang untuk memberikan keselamatan hidup yang kekal kepada setiap orang yang percaya kepadaNya. Inilah air mata suka citaku. Suka cita karena Allah sendiri telah datang kepada manusia. Tuhan, ijinkanlah aku menangis di hari Natal ini.

Senin, 15 Desember 2008

Untukmu Para Ibu Perkasa



By Sahala Napitupulu.

Tiap tanggal 22 Desember selalu ditandai 2 hal. Pertama, perayaan Christmas time. Dan kedua, perayaan Mother’s Day atau Hari Ibu. Keduanya adalah hari istimewa dan patut diapresiasi. Yang pertama, mengingatkan kita pada kelahiran Yesus sebagai manusia yang telah lahir ke dunia. Tetapi, yang kedua, mengingatkan kita pada sosok seorang ibu yang melahirkan anak manusia.

Ibu adalah wanita yang beroleh anugrah istimewa dari Tuhan. Ibu adalah rahim kehidupan. Dibalik kelemahlembutan seorang ibu, dia menyimpan sejuta kekuatan. Tidak hanya kekuatan tapi juga keberanian. Keberanian untuk mengambil resiko antara hidup dan mati saat akan melahirkan anak-anaknya. Kekuatan untuk merawat bayi yang telah dilahirkannya. Kemudian dengan kasih sayang dan tanpa pamrih, seorang ibu mendidik anaknya supaya anak tersebut dikemudian hari akan memberi makna pada kehidupan. Kehidupan yang lebih baik dan bermartabat, tentunya. Namun, betapa cerita memilukan kerap kita dengar. Kaum ibu sering teraniaya dan ditindas oleh suami atau kaum lelaki. Atas nama budaya patrialki atau ketidaksetaraan gender atau apapun namanya. Kaum ibu sang pemilik rahim kehidupan, terdera dan sering tidak dihargai sekalipun mereka adalah para pahlawan. Sejak zaman purbakala hingga hari ini, cerita miris itu masih sering kita dengar terjadi diberbagai belahan dunia.

Ini adalah tugas kita bersama untuk memberi penghormatan pada sosok ibu. Ketika sosok ibu kita hormati, sesungguhnya kita telah menghormati kehidupan. Ketika sosok ibu kita buat menangis, sesungguhnya pula kita telah membuat kehidupan menangis. Sekali lagi, karena ibu kita adalah pemilik rahim kehidupan.

Diberbagai negara, termasuk di Indonesia, peringatan Hari Ibu telah semakin diapresiasi. Momentum Hari Ibu, kini dirayakan dengan banyak cara. Ada yang memberi apresiasi dengan meliburkan sang ibu dari pekerjaan rutinitasnya untuk satu hari tersebut. Di rumah, suami dan anak-anak lalu mengambil-alih pekerjaan sang ibu. Ada juga yang tetap membiarkan ibu tetap bekerja sebagaimana biasanya. Tetapi, khusus hari itu sang ibu akan mendapat kado bingkisan, pelukan dan ciuman hangat dari suami dan anak-anaknya. Ada yang merayakannya dengan hangout atau wisata kuliner dengan menu pilihan kesukaan sang ibu. Semuanya bertujuan untuk menghormati sang ibu.

Dan bertalian dengan itu, tulisan ini pun kupersembahkan untukmu sang ibu. Beberapa wanita yang saya kagumi, terutama dalam penginjilan di dunia maya. Setidaknya, dimataku, mereka sosok wanita dan ibu yang luar biasa. Mereka telah memberi inspirasi kepada banyak orang, termasuk kepada saya, melalui tulisan-tulisan di blog mereka. Kepada merekalah saya dedikasikan tulisan kecil ini . Mereka antara lain : Nancy Dinar dengan derap langkahnya Menuju Puncak, Riris Ernaeni dengan Jejak Langkah Anak Manusia, Sari Tarigan dengan The Whisper of Holy Spirit dan Julita Manik dengan blog Beautiful. May Christ Jesuss Bless You All.